Mau Bertanya Gak Sesat Di Jalan

Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa dengan beraneka ragam suku, budaya, agama dan ras. Bermacam-macam suku, agama dan budaya itu, pastinya harus bisa saling memahami satu sama lain. Untuk dapat memahami antara yang satu dan yang lain, maka kuncinya adalah bertanya. Yap, bertanya adalah hal yang terpuji kawan. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari perbuatan yang disebut “bertanya” tadi. Sayangnya, bertanya masih belum menjadi kebiasaan yang sama besarnya pula daripada bangsa yang besar ini. Ini bisa terjadi juga mungkin karena kita memang masih lebih suka berprasangka dari pada bertanya. Padahal, sebaik-baiknya prasangka adalah prasangka yang baik.

Bertanya bagi bangsa yang besar ini memang masih belum bisa menjadi sebuah kebiasaan yang baik, sering kali kita menemukan orang “bertanya” untuk hal yang tidak harus ditanyakan, atau kemudian anak muda kekininian lebih suka menyebutnya dengan “kepo”. 

Seperti misalkan, saat banyak orang sibuk “kepo” tentang sepatu yang dipake pak polisi saat melakukan aksi baku tembak dengan “terorist” di kejadian bom sarinah, daripada untuk bertanya untuk hal yang subtantif seperti tweet dari Bapak Endriartono Sutarto, mantan panglima TNI.
"Sampai sekarang saya masih bingung, 4 teroris itu semuanya mati bunuh diri atau ada yg dilumpuhkan? Beritanya simpang siur!"

Anak muda generasi kekinian dan umat yang katanya senantiasa bahagia tersebut lebih suka kepo tentang kw-kw-an yang dipake pak polisi dan mas-mas teroris ketimbang dengan kejelasan aksi baku tembak tersebut, sampai titik ini, kita harus malu kepada Bapak Endriartono Sutarto yang makin lama makin sepuh tapi tetep makin mawas diri dan bermuhasabah. Sungguh kita generasi yang makin lalai. 

Padahal, jika bertanya diletakan pada pondasi yang jelas seperti cita-cita agung dari bertanya itu sendiri, maka ini akan membuka semua kesimpangsiuran semua peristiwa dimuka bumi ini, wabil khusus semua kejadian di negeri ini selama 1 sampai 1,5 tahun terakhir ini. Akan tetapi, semua juga akan menjadi sia-sia jika akhirnya pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang sesuai dan yang pas. 

Penderitaan mana lagi yang akan kamu dustakan kecuali jawaban yang ngasal dari pertanyaan serius yang kamu lontarkan?. Seperti pertanyaan jejaka yang bertanya pada gadis, “Maukah kamu menikah dengan ku?”, dia diem, diem, diem-diem hamil sama jejaka lain. Sungguh, ini adalah penderitaan yang amat nyata. 

Dengan melihat fakta-fakta diatas, maka diputuskan, bahwa kita memang harus mau bertanya akan tetapi sang pemberi jawaban juga haruslah menjawab dengan sebenar-benarnya, agar tidak terjadi kesimpang siuran informasi. Maka dengan demikian akhirnya kita bisa menarik kesimpulan dan benang merah, ujung dari sebuah tulisan yang kamu anggap ada manfaatnya ini, bahwa mau bertanya gak sesat di jalan. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak